KONSEP DASAR
MANAJEMEN SYARIAH
Secara Umum : Manajemen adalah
merupakan suatu proses pencapaian dan pengkoordinasian sumber-sumber daya
manusia, finansial, dan fiskal guna mencapai tujuan primer organisasi yaitu
mencapai sebuah produk atau jasa yang diinginkan oleh segmen tertentu dari
masyarakat Manajemen adalah suatu proses
pengelolaan, pengurusan, ketatalaksanaan, kepemimpinan
Manajemen menurut John D.Milllet adalah
suatu proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang-orang yang
telah diorganisasi dalam kelompok-kelompok
formal untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Secara Syariah :Manajemen
syariah adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Islam sebagai
suatu sistem hidup yang sempurna tentu saja memiliki konsep pemikiran tentang
manajemen. Kesalahan kebanyakan dari kaum muslimin dalam memahami konsep manajemen
dari sudut pandang Islam adalah karena masih mencampuradukan antara ilmu
manajemen yang bersifat teknis (uslub) dengan manajemen sebagai
aktivitas. Kerancuan ini akan mengakibatkan kaum muslimin susah membedakan mana
yang boleh diambil dari perkembangan ilmu manajemen saat ini dan mana yang
tidak.
Menurut Didin dan Hendri (2003)
dalam buku mereka Manajemen Syariah dalam Praktik, Manajemen bisa
dikatakan telah memenuhi syariah bila: Pertama, manajemen ini
mementingkan perilaku yang terkait denga nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Kedua,
manajemen syariah pun mementingkan adanya struktur organisasi. Ini bisa dilihat
pada Surat Al An'aam: 65, "Allah meninggikan seseorang di atas orang
lain beberapa derajat". Ini menjelaskan bahwa dalam mengatur dunia,
peranan manusia tidak akan sama. Ketiga, manajemen syariah
membahas soal sistem. Sistem ini disusun agar perilaku pelaku di dalamnya
berjalan dengan baik. Sistem pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, misalnya, adalah
salah satu yang terbaik. Sistem ini berkaitan dengan perencanaan, organisasi
dan kontrol, Islam pun telah mengajarkan jauh sebelum adanya konsep itu lahir,
yang dipelajari sebagai manajemen ala Barat.
Allah swt berfirman dalam surat AS shaff ayat 4
“Sesungguhnya Allah menyukai orang
yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka
seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Al isra’ ayat 36
”Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya”
a.
Manajemen Sebagai ilmu
Sebagai ilmu, manajemen termasuk sesuatu yang bebas nilai
atau berhukum asal mubah. Konsekuensinya, kepada siapapun umat Islam boleh
belajar. Berkaitan dengan ini, kita perlu mencermati pernyataan Imam A; ghazali
dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, Bab Ilmu. Beliau membagi ilmu dalam dua
kategori ilmu berdasarkan takaran kewajiban yaitu: (1) ilmu yang dikategorikan
sebagai fardhu ’ain, yakni yang termasuk dalam golongan ini adalah
ilmu-ilmu tsaqofah bahasa Arab, sirah nabawiyah, Ulumul Qur’an, Ulumul hadits,
Tafsir, dan sebagainya. (2) Ilmu yang terkategori sebagai fardhu kifayah,
yaitu ilmu yang wajib dopelajari oleh salah satu atau sebagian dari kaum muslimin.
Ilmu yang termasuk dalam kategori ini adalah ilmu-ilmu kehidupan yang mencakup
ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan, diantaranya seperti ilmu
kimia, biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik dan manajemen.
Dalam kitab Al fathul Kabir, Jilid III, disebutkan
bahwa rasul pernah mengutus dua orang sahabatnya ke negeri Yaman guna
mempelajari teknologi pembuatan senjata bernama dabbabah. Yakni sejenis
kendaraan tank saat ini, yang terdiri atas kayu tebal berlapis kulit dan
tersusun dari roda-roda. Senjata ini mampu menerjang benteng lawan.
b.
Manajemen Sebagai Aktivitas
Dalam ranah aktivitas, Islam memandang bahwa keberadaan
manajemen sebagai suatu kebutuhan yang tak terelakkan dalam memudahkan
implementasi Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah
berpikir dan kaidah amal dalam kehidupan. Sebagai kaidah berpikir,
aqidah dan syariah difungsikan sebagai asas dan landasan pola pikir. Sedangkan
sebagai kaidah amal, syariah difungsikan sebagai tolok ukur (standar)
perbuatan.
Karenanya, aktivitas menajemen yang dilakukan haruslah
selalu berada dalam koridor syariah. Syariah harus menjadi tolok ukur aktivitas
manajemen. Senafas dengan visi dan misi penciptaan dan kemusliman seseorang,
maka syariahlah satu-satunya yang menjadi kendali amal perbuatannya. Hal ini
berlaku bagi setiap Muslim, siapa pun, kapan pun dan di mana pun. Inilah
sebenarnya penjabaran dari kaidah ushul yang menyatakan ”al aslu fi
al-af’al attaqoyyadu bi al-hukmusy syar’i”, yakni hukum asal suatu
perbuatan adalah terikat pada hukum syara yang lima, yakni wajib, sunah, mubah,
makruh dan haram.
Dengan tolok ukur syariah, setiap muslim akan mampu
membedakan secara jelas dan tegas perihal halal tidaknya, atau haram tidaknya
suatu kegiatan manajerial yang akan dilakukannya. Aktivitas yang halal akan
dilanjutkannya, sementara yang haram akan ditinggalkannya semata-mata untuk
menggapai keridhaan Allah Swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar